Mari Bantu PKS Menyelesaikan PR-nya
Oleh :
Syamsul Lombok
Pemilu memang masih lama. Tapi, nampaknya masing-masing Parpol sudah mulai mengaca diri sejauh mana publik menerima kehadiran mereka. Sejauh ini, dari rangkaian survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei, Parpol-parpol “lama” masing mendominasi Top Mind publik. Sebut saja misalnya PDIP, Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PKS.
Tahun lalu, Indostrategic merilis hasil survei terhadap generasi Z alias kaum millenial terkait parpol pilihan mereka. Dari hasil itu, tingkat elektabilitas PDIP masih unggul di angka 17,8 persen, disusul PKS 12,8 persen, Demokrat 11,9 persen, Gerindra 9,4 persen dan Golkar 7,8 persen. Sisanya, masing² Parpol meraih angka kurang dari 5 persen.
Angka² ini cukup prospektif dan mewakili wajah partai politik di masa Pemilu 2024 mendatang. Pasalnya, menurut data LIPI prosentase pemilih millenial pada pemilu 2019 lalu mencapai 50 persen dari total pemilih dan diproyeksikan naik diangka 53 persen pada Pemilu 2024 nanti.
Lembaga survei Trust Indonesia baru-baru ini merilis hasil survei mereka. Hasilnya, PDIP tetap unggul di angka 21,8 persen, disusul 17,3 persen, Golkar 10,8 persen, PKS 8,9 persen, PKB 8,1 persen dan Demokrat 7,0 persen. Sisanya masing-masing berada di bawah angka 5 persen. Menariknya, dari sekian partai politik peserta pemilu 2019 yang disurvei, hanya 3 parpol yang mengalami trend kenaikan elektabilitas, yaitu; PDIP, Gerindra dan PKS. Sedangkan Parpol lainnya mengalami penurunan.
Pada Pemilu 2019 yang lalu, PDIP mengantongi suara 19,8 persen, naik menjadi 21,8 persen jika Pemilu dilaksanakan hari ini. Sedangkan Gerindra mengantongi sekitar 12,8 persen pada Pemilu 2019, naik menjadi 17,3 persen jika Pemilu dilaksanakan hari ini. Adapun PKS mengantongi suara 8,2 persen pada Pemilu 2019, naik menjadi 8,9 persen jika Pemilu digelar hari ini.
Kenaikan elektabilitas 3 Parpol ini dinilai wajar mengingat masing-masing mereka memiliki modal yang cukup untuk merebut hati calon pemilih. PDIP diuntungkan karena posisi mereka sebagai pemenang Pemilu 2014-2019 dan juga sosok Presiden Jokowi serta Megawati yang dianggap memiliki basis pendukung yang fanatik. Disamping itu, semua juga mafhum, PDIP memiliki sistem kaderisasi yang cukup mapan dan memiliki warna ideologi yang jelas. Sedangkan Gerindra, masih diuntungkan dengan sosok Prabowo yang dinilai masih punya nilai jual, meskipun telah mengalami “gagal menang” 3 kali Pemilu berturut-turut dalam ajang Pilpres.
PKS masih beruntung. Meski digoyang cukup kenceng dari dalam, posisi mereka tidak runtuh. Sebelum Pemilu 2019 dimulai, partai ini dihadapkan pada persoalan pelik yaitu ancaman mundur masal sebagian kadernya karena tidak puas dengan keputusan DPP yang memecat Fahri Hamzah. Bahkan di suatu daerah, Caleg-caleg mereka mundur berjamaah beberapa saat sebelum Pemilu 2019 dimulai dan PKS terancam tidak bisa ikut Pemilu karena tidak memiliki Caleg yang diajukan untuk berkompetisi dalam Pileg.
Meski demikian, rupanya perolehan suara PKS bukannya rontok, malah bertambah dari 6,79 persen pada Pemilu 2014 menjadi 8,2 persen pada Pemilu 2019. Ini menunjukkan PKS tidak terlalu terganggu dengan dinamika yang berkembang di dalam tubuh organisasinya.
Menurut para pengamat, satu hal yang membuat PKS bisa bertahan di tengah badai yang menerpa bahtera mereka adalah karena mereka menjalankan organisasi dengan sistem kaderisasi yang solid. PKS juga rutin memberikan pembinaan kepada para anggotanya secara berjenjang dan berkelanjutan, sehingga jika ada gangguan terhadap organisasi, mereka sudah terlatih untuk menghadapinya.
Sama halnya dengan PDIP, PKS juga disebut-sebut sebagai partai yang memiliki warna ideologi yang jelas, sehingga tidak gampang menilai PKS hanya dari kulit luarnya saja. Hanya saja, PKS belum memiliki figur kuat yang menjadi daya ungkit elektabilitas sekaliber Prabowo atau Megawati yang tidak hanya dikenal oleh orang “dalam” tetapi juga dikenal oleh publik secara luas. Dan inilah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh mereka. []