Oleh :
Muhammad Hidayat Chaidir
Pekerja Kreatif
Sadar atau tidak, hari-hari kita sesungguhnya penuh dengan kontradiksi. Pagi kita bilang tidak setuju, siang berkata ya. Di depan umum kita teriak lawan korupsi, tapi di ruang-ruang senyap kita menciptakan peluang untuk jadi koruptor.
Di forum-forum terbuka kita lantang berkata tidak boleh lagi ada dinasti, tapi dalam diskusi-diskusi kecil kita tidak ingin orang-orang kita diganti sebagai pucuk pimpinan. Merasa hanya kita / kelompok kita yang paling suci sementara tidak dengan yang lain. Aneh, tapi itulah kenyataan.
Kondisi ini diperparah lagi dengan budaya kita yang cenderung mengagungkan materi. Hari ini orang malu karena tidak punya, bukan karena tidak bisa. Bahagia kita saat bertanya kamu punya apa, bukan kamu bisa apa? Aneh, tapi itulah kenyataan.
Dalam gelombang amukan kontradiksi yang semakin mengenaskan tersebut, kita butuh keteladanan. Celakanya, keteladanan itu sendiri yang akhir-akhir ini demikian langka dalam tingkah laku para elit kita.
Lalu, kemana kita akan berkiblat. Salah satu opsi tentu saja Muhammad, Nabi Besar SAW. Sekali pun terlampau jauh beda generasi, sikap dan perilakunya wajib kita teladani. Dengan begitu kita belajar menjadikan diri kita individu yang kuat dan berkarakter. Selanjutnya amanah dan bermoral tinggi.
Di tengah musim paceklik keteladanan ini, dan berangkat dari nilai-nilai yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kita bisa jadi teladan minimal bagi diri sendiri. Tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri. Bukankah salah satu dimensi taqwa adalah menjaga hubungan harmonis dengan diri sendiri? Syukur-syukur jika itu juga berdampak positif bagi hidup dan kehidupan orang lain.
Harapannya kelak kita bisa jadi pahlawan bagi diri sendiri, keluarga, hingga masyarakat secara keseluruhan.
Semoga bisa jadi bahan renungan bersama.
Tanah air, 10 November 2020
Tabik dan Salam Baik