TELUK BIMA DEMAM DAN FLU
Oleh :
Izzul Islam
Bioteknologi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Hayati-UTS
Pemandangan teluk Bima ini cukup menakutkan. Sepanjang pantai yang seharusnya berwarna biru berubah menjadi cokelat. Mungkin orang mengira ini adalah tumpahan limbah minyak, tapi lebih dari itu ini adalah fenomena sea snot (mucilage) atau lebih dikenal sebagai lendir laut. Permukaannya air laut dilapisi gelembung-gelembung kecil berbusa, lengket, berlendir dan dipenuhi sampah organik dan non organik.
Peristiwa ini terjadi karena pengaruh pertumbuhan microalga yang sangat signifikan. Pertumbuhan microalga diakibatkan karena perairan tercemar oleh limbah organik yang cukup besar. Limbah perumahan menghasilkan fosfat dan nitrat yang tinggi, mengalir dari sungai ke laut dan menjadi nutrisi ideal jenis microalga ini tumbuh. Kondisi ini diperparah dengan perubahan suhu perairan yang hangat karena pemanasan global.
Dalam kondisi stres, microalga ini mensekresi lendir yang merupakan bagian dari responnya ke air laut. Lendir yang dihasilkan sebenarnya merupakan proses normal secara biologis. Akan tetapi menjadi anomali jika kondisi perairan sangat tercemar. Ditambah lagi polusi dari daratan berupa limbah rumah tangga dan limbah pertanian yang bermuara langsung ke laut.
Kondisi teluk Bima yang tertutup, polusi dan limbah yang intens dari sungai serta perubahan suhu perairan secara global adalah faktor utama terbentuknya fenomena ini.
Kondisi serupa juga pernah terjadi di Turki tahun 2021 lalu. Lebih tepatnya di laut Marmara, laut yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Aegea melalui selat Bosporus dan Dardanelles. Fenomena ini ternyata bukan kali pertama, sebelumnya masalah laut yang sama terjadi di tahun 2007-2008 di perairan Marmara dan tahun 2010 di Mexico yang dikenal dengan deepwater horizon oil spill. Fenomena ini sama-sama terjadi pada bulan April dimana perairan menjadi lebih hangat.
Ada pengaruh tumpahan minyak yang membuat mikroba ini mengeluarkan lebih banyak lendir daripada biasanya. Penambahan minyak dapat menyebabkan lendir ini menyatu menjadi gumpalan yang cukup besar. Microalga menghasilkan lebih banyak lendir ketika stres yang dimana nutrisi berupa nitrogen dan fosfor berkurang dan ada lebih banyak karbon di perairan. Partikel minyak sebagian besar adalah hidrogen dan karbon.
Jika kondisi laut tenang, lendir ini bisa menjadi sangat besar dan bertahan selama berbulan-bulan, memungkinkan bakteri penyebab penyakit menumpuk di dalam gumpalan.
Kondisi laut Marmara sangat mirip dengan Teluk Bima. Merupakan jenis perairan tertutup dan tercemar polusi karena dikelilingi pelabuhan dan pabrik. Walau di Bima tidak ada pabrik, polusi dari beberapa muara sungai besar yang menjadi faktor penyebabnya. Polusi ini berkontribusi besar pada penurunan beberapa spesies ikan komersil dan kualitas garam rakyat di sekitar teluk. Suhu rata-rata permukaan laut tercemar meningkat karena perubahan iklim, sebesar 2,5 derajat Celcius, 1,5 derajat lebih tinggi dari rata-rata. Dengan meningkatnya suhu air, kedepan kita harus siap untuk melihat fenomena yang lebih ekstrem. termasuk wabah spesies invasif dan algae blooming secara besar-besaran.
Bahaya yang ditimbulkan cemaran lendir ini adalah polusi visual dan bau tak sedap, ancaman yang sangat serius bagi ekosistem laut. Lendir yang dihasilkan mencegah transfer oksigen dengan menutupi area dari permukaan laut hingga beberapa meter sehingga membuat karang dan organisme non-motil lain (organisme yang tidak bergerak) yang membutuhkan oksigen ikut mati.
Begitupun dengan Larva dan telur ikan. Nelayan, petambak garam dan masyarakat pesisir di Bima yang menggantungkan hidup pada sektor perikanan diprediksi akan menderita akibat situasi ini.
Membuang lendir dari permukaan laut agar tidak semakin meluas mungkin tidak sepenuhnya mengatasi masalah. Masalah ini akan terus hadir dan mungkin bisa lebih parah karena akumulasi kedepannya. Untuk jangka panjang, pemerintah daerah diharapkan bisa menyediakan fasilitas pengolahan/pemurnian limbah untuk bisa menekan limbah buang dari sungai.
Pemerintah juga bisa menerbitkan PERDA pro lingkungan dengan salah satunya membuat kawasan lindung dan hijau di sekitar muara sungai. Solusi ini juga butuh komitmen dari semua lapisan masyarakat agar regulasi yang dirancang pemerintah daerah bisa berjalan sesuai dengan yang kita harapkan bersama. []